Aku terbangun, yang
menghangatkanku tak lagi pada tempatnya.
Gemuruh itu masih belum
reda, tusukan itu semakin terasa.
Rentang jarak pun masih
setia.
Maka kau lebih merindukan
siapa?
Dia yang meninggalkanmu?
Atau dia yang telah kau tinggalkan percuma?
Tepat! Hujan telah
menyamarkan gemuruh jantung hamba Tuhan
saat yang dicinta
meninggalkan.
Memang, ada yang baru
ketika yang lama melepaskan,
namun tetap ada yang sama
saat bertahan.
Kau mengadu padaNya, kau
menitip pelukan sendu.
Kepada siapa saja yang
kau tuju,
pun mereka sama merasa rindu.
Apapun dihadapan,
dengannya kau tetap
berpandangan.
Sekalipun kejamnya
perkataan,
ataupun pahitnya suatu
kenangan.
Di sudut ruang ku
letakkan dengan tegas,
tidak untuk tumpukan
kertas atau kumpulan sisa tugas.
Ya, tertata sudah
kenangan dalam dua kardus bekas.
Warna gelap untuk yang
luka dan tangis,
sebaliknya bagi sisa tawa
yang manis.
Dalam senja, iramanya rintik hujan
seperti masa lalu, menari
dalam ingatan,
padanya lah hadir satu kalimat-tiga
kata : kenangan tak terlupakan.
Malam enggan tiba,
seakaan ragu melepas
senja.
Lalu rindu ini kau
titipkan pada siapa?
sedang angin lagi tak
berupa.
Perlahan jingga berganti
pekat, hatimu masih tersayat
bangkitlah selagi belum
telat,
nyatanya Tuhan menjanjikan bahagiamu suatu saat,
Memaksa bulan bicara, kau
tersentak.
Jangan kau hakimi jarak,
sesungguhnya ia tak mendesak.
Ia setia hadirkan rindu,
hingga kau terlelap dalam doamu.
Ia memisahkan keberadaan
yang satu, bukan kita yang menjadi kamu dan aku.
Kuasa Tuhan mana yang kau
ragu?
Ketika yakin atas hakmu,
takkan jauh Dia letakkan untukmu.
Lambaian bibir cangkir
tak mampu kau acuhkan,
terdengar kopi dalam
seruputan, hilang secara perlahan,
namun tidak pada rindu
yang bertahan.
Pontianak, Oktober ’12 -
@feraewod
Tidak ada komentar:
Posting Komentar