Halaman

Kamis, 06 Desember 2012

Jangan Hakimi Jarak


Aku terbangun, yang menghangatkanku tak lagi pada tempatnya.
Gemuruh itu masih belum reda, tusukan itu semakin terasa.
Rentang jarak pun masih setia.
Maka kau lebih merindukan siapa?
Dia yang meninggalkanmu? Atau dia yang telah kau tinggalkan percuma?

Tepat! Hujan telah menyamarkan gemuruh jantung hamba Tuhan
saat yang dicinta meninggalkan.
Memang, ada yang baru ketika yang lama melepaskan,
namun tetap ada yang sama saat bertahan.

Kau mengadu padaNya, kau menitip pelukan sendu.
Kepada siapa saja yang kau tuju,
 pun mereka sama merasa rindu.

Apapun dihadapan,
dengannya kau tetap berpandangan.
Sekalipun kejamnya perkataan,
ataupun pahitnya suatu kenangan.

Di sudut ruang ku letakkan dengan tegas,
tidak untuk tumpukan kertas atau kumpulan sisa tugas.
Ya, tertata sudah kenangan dalam dua kardus bekas.
Warna gelap untuk yang luka dan tangis,
sebaliknya bagi sisa tawa yang manis.

Dalam senja, iramanya rintik hujan
seperti masa lalu, menari dalam ingatan,
padanya lah hadir satu kalimat-tiga kata : kenangan tak terlupakan.

Malam enggan tiba,
seakaan ragu melepas senja.
Lalu rindu ini kau titipkan pada siapa?
sedang angin lagi tak berupa.

Perlahan jingga berganti pekat, hatimu masih tersayat
bangkitlah selagi belum telat,
nyatanya  Tuhan menjanjikan bahagiamu suatu saat,

Memaksa bulan bicara, kau tersentak.
Jangan kau hakimi jarak, sesungguhnya ia tak mendesak.
Ia setia hadirkan rindu, hingga kau terlelap dalam doamu.
Ia memisahkan keberadaan yang satu, bukan kita yang menjadi kamu dan aku.
Kuasa Tuhan mana yang kau ragu?
Ketika yakin atas hakmu, takkan jauh Dia letakkan untukmu.

Lambaian bibir cangkir tak mampu kau acuhkan,
terdengar kopi dalam seruputan, hilang secara perlahan,
namun tidak pada rindu yang bertahan.


Pontianak, Oktober ’12 - @feraewod

Tidak ada komentar:

Posting Komentar